Yuk Mengenal Catatan Sejarah Penyelenggaraan Haji Di Indonesia

Catatan Sejarah Penyelenggaraan Haji Di Indonesia

Penyelenggaraan haji di Indonesia selalu mengundang banyak perhatian. Namun bagaimana sebenarnya penyelenggaraan ibadah haji di masa lalu.

Tim Pengelola Informasi Haji Ditjen PHU Kementerian Agama telah berhasil menghimpun (dari berbagai sumber) catatan peristiwa bersejarah  terkait penyelenggaraan ibadah haji Indonesia yang merentang panjang sejak akhir abad ke-19. Bahkan saat itu,  para jamaah haji Indonesia berada pada garda terdepan dalam perjuangan melawan penjajahan.

Berikut beberapa peristiwa yang tercatat dari sejarah pelaksanaan ibadah haji di Indonesia:

1825 —- Karena besarnya keterlibatan para haji dalam melakukan perlawanan di nusantara pada akhir abad kesembilan belas, Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1825, 1827, 1831 dan 1859 mengeluarkan berbagai resolusi (ordonnatie) yang ditujukan untuk pembatasan ibadah haji dan memantau aktivitas mereka sekembalinya ke Tanah Air. (Yudi Latif, Indonesia, Muslim Intelligensia dan Kekuasaan).

1912 —- Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak. Perintis munculnya Direktorat Urusan Haji.

1922 —- Volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat Hindia-Belanda) mengadakan perubahan dalam ordonasi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordonasi 1922. Ordonasi ini menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengangkutan calon haji. Beberapa ordonasi dikeluarkan Volksraad, antara lain: Pilgrims Ordonnantie Staatsblad 1922 Nomor 698, Staatsblad 1927-Nomor 508,  Staatsblad 1931 Nomor 44 tentang Pass Perjalanan Haji, dan Staatsblad 1947 Nomor 50. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji).

1930 —- Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran sendiri bagi jamaah haji Indonesia.

1947 —- Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasjim Asj’ari mengeluarkan fatwa dalam Maklumat Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan bahwa ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.

1948 —- Indonesia mengirimkan misi haji ke Makkah dan mendapat sambutan hangat dari Raja Arab Saudi. Tahun itu, Bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah.

1951 —- Keppres Nomor 53 Tahun 1951, menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah.

1952 —- Dibentuk perusahaan pelayaran PT. Pelayaran Muslim sebagai satu-satunya Panitia Haji dan diberlakukan sistem quotum (kuota) serta pertama kali diberlakukan transportasi haji udara.

1959 —- Menteri Agama mengeluarkan SK Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959 yang menyatakan bahwa satu-satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan perjalanan haji adalah Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia (YPHI).

1960 —- Keluarnya perturan pertama tentang penyelenggaraan ibadah haji melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Terbentuk untuk yang pertama kalinya, Panitia Negara Urusan Haji (PANUHAD). Pada tahun 1962, PANUHAD berubah menjadi PPPH (Panitia Pemberangkatan dan Pemulngan Haji). PPPH dibubarkan pada tahun 1964 dan kewenangan penyelenggaraan haji diambil alih oleh pemerintah melalui Dirjen urusan Haji (DUHA).

1965 —- Dikeluarkan Kepres Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji.  PT. Arafat pada tanggal 1 Desember 1964 yang bergerak di bidang pelayaran dan khusus melayani perjalanan haji (laut) hanya mampu memberangkatkan 15.000 jamaah melalui laut.

1969 —- Dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, Pemerintah  mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji. Hal ini disebabkan banyaknya calon jamaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan swasta, bahkan calon-calon yang mengadakan kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan haji.

1975 —- PT. Arafah mengalami kesulitan keuangan dan pada tahun 1976 gagal memberangkatkan haji karena pailit.

1979 —- Keputusan Menteri Perhubungan No. SK-72/OT.001/Phb-79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut dan menetapkan penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan pesawat udara.

1985 —- Pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan haji.

1999 —- Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Produk hukum berbentuk UU tentang haji yang pertama ini memandatkan tugas pelayanan, pembinaan, dan perlindungan bagi jamaah haji kepada Pemerintah. Kuota haji kemudian terbagi menjadi 2, yakni Haji Reguler dan Haji Khusus. Pendaftaran haji regular melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu. Diberlakukan untuk pertama sekali setoran awal sebesar Rp 5.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas nama jamaah haji.

2001 —- Setoran awal bagi jamaah haji regular naik menjadi Rp 20.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas nama jamaah haji. Terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat sebagai salah satu mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999.

2004 —- Setoran awal bagi jamaah haji reguler sebesar Rp 20.000.000 yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.

2008 —- Penyempurnaan kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pendaftaran dilakukan sepanjang tahun melalui SISKOHAT dengan prinsip first come first served.

2010 —- Setoran awal bagi jamaah haji reguler naik menjadi Rp 25.000.000 yang disimpan dalam rekening atas nama Menteri Agama.

2013 —- Beberapa peristiwa terjadi pada tahun ini, antara lain: peluncuran Siskohat generasi kedua, pemotongan kuota haji Indonesia sebesar 20% dari kuota dasar sebagai dampak proyek perluasan Masjidil Haram, migrasi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dari Bank Konvensional ke Bank Syariah/Unit Usaha Syariah.

2014 —- Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang salah satu mandatnya adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) paling lambat September 2015. Selain itu, penggunaan  kuota jamaah haji dilakukan secara transparan dan akuntable sesuai dengan urutan porsi, pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3, upgrade bus shalawat yang beroperasion selama 24 jam untuk mengantar jamaah dari pemondokan ke Masjidil Haram, penghematan biaya operasional penyelenggaraan haji dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji, serta revitalisasi Asrama Haji.

2015 —- Implementasi total pelaksanaan pilot project e-hajj yang ditetapkan otoritas Arab Saudi, pengendalian daftar tunggu jamaah haji dengan memprioritaskan calon jemaah haji yang belum pernah melaksanakan ibadah haji dan menghimbau yang sudah berhaji untuk memberikan kesempatan kepada  yang belum pernah berhaji karena haji wajib hanya sekali seumur hidup, reformasi penyelenggaraan umrah, transformasi Asrama Haji menjadi Unit Pelaksanaan Teknis, keterbukaan sistem sewa pemondokan, transportasi, katering dan pendukung lainnya dengan tidak mengurangi layanan kepada jemaah haji.

Selain itu, dilakukan penetapan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Pada tahun 2015 ini juga akan diterapkan  rute baru keberangkatan dan pemulangan jamaah haji. Gelombang I : Tanah Air –Madinah – Makkah – Jeddah – Tanah Air, Gelombang II : Tanah Air – Jeddah – Makkah – Madinah – Tanah Air. Pada tahun 2015 juga akan diberlakukan penyediaan makan siang bagi jamaah haji selama di Makkah dan pematangan gagasan  mempermanenkan pemondokan jamaah haji di Makkah.

--------------------------------------------

0 Response to "Yuk Mengenal Catatan Sejarah Penyelenggaraan Haji Di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel